Minggu, 15 Januari 2012

MATERI IPS KELAS 6


MATERI 1

PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945

A.   PEMBENTUKAN BPUPKI                             
Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan Sekutu. Demikian halnya dengan pasukan Jepang di Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan Marshall, dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayang-bayang kekalahan Jepang mulai nampak. Selanjutnya Jepang mengalami serangan udara di kota Ambon, Makasar, Menado dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu telah mendarat di daerah-daerah minyak seperti Tarakan dan Balikpapan.
Dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai). Pembentukan badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico). Sedangkan yang duduk sebagai Ketua Muda (Fuku Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang, Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. R.P. Suroso diangkat sebagai Kepala Sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.

B.   SIDANG-SIDANG BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat Jepang, yaitu : Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Ketujuh yang bermarkas di Singapura dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan  bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa itu membangkitkan semangat para anggota dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Sidang BPUPKI
Persidangan BPUPKI untuk merumuskan Undang-undang Dasar diawali dengan pembahasan mengenai persoalan “dasar” bagi Negara Indonesia Merdeka. Untuk itulah pada kata pembukaannya, ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar Negara Indonesia merdeka tersebut. Tokoh yang pertama kali mendapatkan kesempatan untuk mengutarakan rumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah Mr. Muh. Yamin. Pada hari pertama persidangan pertama tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan lima “Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut :
1.   Peri Kebangsaan;
2.   Peri Kemanusiaan;
3.   Peri Ke-Tuhanan;
4.   Peri Kerakyatan;
5.   Kesejahteraan Rakyat.
Dua hari kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah sebagai berikut :
1.   persatuan
2.   kekeluargaan
3.   keseimbangan
4.   musyawarah
5.   keadilan sosial

Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Sukarno mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai “Lahirnya Pancasila”. Keistimewaan pidato Ir. Sukarno adalah selain berisi pandangan mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka, juga berisi usulan mengenai nama bagi dasar negara, yaitu : Pancasila, Trisila, atau Ekasila. “Selanjutnya sidang memilih nama Pancasila sebagai nama dasar negara. Lima dasar negara yang diusulkan oleh Ir. Sukarno adalah sebagai berikut :
1.   Kebangsaan Indonesia;
2.   Internasionalisme atau peri-kemanusiaan;
3.   Mufakat atau demokrasi
4.   Kesejahteraan sosial;
5.   Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Selanjutnya diadakan masa “reses” selama satu bulan lebih.
Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu panitia ini juga disebut sebagai Panitia Sembilan. Anggota-anggota Panitia Sembilan ini adalah sebagai berikut :
1.   Ir. Sukarno
2.   Drs. Moh. Hatta
3.   Muh. Yamin
4.   Mr. Ahmad Subardjo
5.   Mr. A.A. Maramis
6.   Abdulkadir Muzakkir
7.   K.H. Wachid Hasyim
8.   K.H. Agus Salim
9.   Abikusno Tjokrosujoso.
Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Oleh Muh.Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Rumusan draft dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah :
1.   Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2.   (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.   Persatuan Indonesia;
4.   (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5.   (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta.
Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Husein Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo.
Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rangka menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Sukarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil, yaitu :
1.    Pernyataan Indonesia Merdeka;
2.    Pembukaan Undang-undang Dasar;
3.    Undang-undang Dasar (batang tubuh);
C.   AKTIVITAS GOLONGAN MUDA
Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia
Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi itu sebenarnya dibentuk atas inisitaif Jepang pada pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Kongres pemuda itu dihadiri oleh lebih 100 utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa diantaranya Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto serta sejumlah mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Kongres menghimbau para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan yang bukan hadiah Jepang. Setelah tiga hari berlangsung kongres akhirnya memutuskan dua buah resolusi, yaitu:
1.    semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional.
2.    dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Walaupun demikian kongres pun akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.
Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum di dalam surat kabar Asia Raja pada pertengahan bulan Juni 1945, menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut :
1.    mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;
2.    menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;
3.    membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4.    mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri.
Gerakan Rakyat Baroe
Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8  Cuo Sangi In yang mengusulkan berdirinya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Pembentukan badan ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano pada tanggal 2 juli 1945. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi tersebut.
Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di dalam organisasi itu adalah agar pemerintah Jepang dapat mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) dan mereka harus bekerja dibawah pengawasan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, sehingga timbullah rasa tidak puas. Oleh karena itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak semakin tajam perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia Merdeka.
D.   PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang membentuk PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai). Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas, tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir. Sukarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.
Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalat pada  tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Sukarno berkata : “Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya berkata ‘Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka : sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah.” Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Sukarno pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E.   PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan  “ kemerdekaan  Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 waktu Jawa kepada Ir. Sukarno di rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta.  Kedua utusan tersebut segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Sukarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir. Sukarno marah dan berkata “Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak bisa melepaskan tanggungjawab saya sebagai ketua PPKI.  Karena itu saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”.  Ketegangan itu juga disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata, “Dan kami pun tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Kecuali jiak Saudara-saudara memang sudah siap dan sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan Saudara-saudara !” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian Saudara-saudara berdua, baiklah ! Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatu, jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu!”
F.   PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan halaman rumah Ir. Sukarno dengan diliputi perasaan kesal memikirkan sikap dan perkataan sukarno-Hatta. Sesampainya mereka di tempat rapat, mereka melaporkan semuanya. Menanggapi hal itu  kembali golongan muda mengadakan rapat dini hari tanggal 16 Agustus 1945 di asrama Baperpi, Jalan Cikini 71, Jakarta. Selain dihadiri oleh para pemuda yang mengikuti rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri juga oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat ini membuat keputusan “menyingkirkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang”. Untuk menghindari kecurigaan dari pihak Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut.
Rencana ini berjalan lancar karena mendapatkan dukungan perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang sedang bertugas ke Bandung. Maka pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu Jawa sekelompok pemuda membawa Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota menuju Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabupaten Karawang. Alasan yang mereka kemukakan ialah bahwa keadaan di kota sangat genting, sehingga keamanan Sukarno-Hatta di dalam kota sangat dikhawatirkan. Tempat yang dituju merupakan kedudukan sebuah cudan (kompi) tentara PETA Rengasdengklok dengan komandannya Cudanco Subeno.
Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang besar dari kedua tokoh ini membuat para pemuda segan untuk melakukan penekanan lebih jauh. Namun dalam suatu pembicaraan berdua dengan Ir. Sukarno, Shudanco Singgih beranggapan Sukarno bersedia untuk menyatakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itulah Singgih pada tengah hari itu kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawannya.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada tanggal 16 agustus memenuhi undangannya dan berkumpul di gedung Pejambon 2. Akan tetapi rapat itu tidak dapat dihadiri oleh pengundangnya Sukarno-Hatta yang sedang berada di Rengasdengklok. Oleh karena itu mereka merasa heran. Satu-satu jalan untuk mengetahui mereka adalah melalui Wikana salah satu utusan yang bersitegang dengan Sukarno-Hatta malam harinya. Oleh karena itulah Mr. Ahmad Subardjo mendekati Wikana. Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan tokoh golongan muda itu tercapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Jusuf Kunto dari golongan muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Subardjo bersama sekretarisnya, Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba pada pukul 18.00 waktu Jawa. Selanjutnya Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya jaminan itu, maka komandan kompi PETA Rengasdengklok, Cudanco Subeno bersedia melepaskan Ir. Sukarno dan Drs. Moh Hatta kembali ke Jakarta.
G.   PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Rombongan tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa. Setelah Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing rombongan kemudian menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta (sekarang Perpustakaan Nasional). Hal itu juga disebabkan Laksamana Tadashi Maeda telah menyampaikan kepada Ahmad Subardjo  (sebagai salah satu pekerja di kantor Laksamana Maeda) bahwa ia menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Sebelum mereka memulai merumuskan naskah proklamasi, terlebih dahulu Sukarno dan Hatta menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan Umum) Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah. Pertemuan itu tidak mencapai kata sepakat. Nishimura menegaskan bahwa garis kebijakan Panglima Tentara Keenambelas di Jawa adalah “dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi merubah status quo (status politik Indonesia). Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan alat Sekutu dan diharuskan tunduk kepada sekutu”. Berdasarkan garis kebijakan itu Nishimura melarang Sukarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka proklamasi kemerdekaan.
Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi membicarakan kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Akhirnya mereka hanya mengharapkan pihak Jepang tidak menghalang-halangi pelaksanaan proklamasi yang akan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia sendiri. Maka mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda. Sebagai tuan rumah Maeda mengundurkan diri ke lantai dua. Sedangkan di ruang makan, naskah proklamasi dirumuskan oleh tiga tokoh golongan tua, yaitu : Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Peristiwa ini disaksikan oleh Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura, bersama dengan tiga orang tokoh pemuda lainnya, yaitu : Sukarni, Mbah Diro dan B.M. Diah. Sementara itu tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan muda maupun golongan tua menunggu di serambi muka.
Ir. Sukarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan Drs. Moh. Hatta dan Mr Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr. Ahmad Subardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI. Sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal itu disebabkan menurut beliau perlu adanya tambahan pernyataan pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Sehingga naskah proklamasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, 17 – 8 –‘05
Wakil-2 bangsa Indonesia,
Pada pukul 04.30 waktu Jawa konsep naskah proklamasi selesai disusun. Selanjutnya mereka menuju ke serambi muka menemui para hadirin yang menunggu. Ir. Sukarno memulai membuka pertemuan dengan membacakan naskah proklamasi yang masih merupakan konsep tersebut. Ir. Sukarno meminta kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh. Hatta dengan mengambil contoh naskah “Declaration of Independence” dari Amerika Serikat. Usulan tersebut ditentang oleh tokoh-tokoh pemuda. Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang hadir adalah “budak-budak” Jepang. Selanjutnya Sukarni, salah satu tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani naskah proklamasi cukup Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah usulan Sukarni itu disetujui, maka Ir. Sukarno meminta kepada Sajuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan Sukarno tersebut, dengan disertai perubahan-perubahan yang telah disepakati. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah ketikan Sajuti Melik, yaitu : kata “tempoh” diganti “tempo”, sedangkan kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “Atas nama bangsa Indonesia”. Perubahan juga dilakukan dalam cara menuliskan tanggal, yaitu “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”. Sehingga naskah proklamasi ketikan Sajuti Melik itu, adalah sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno/Hatta
(tandatangan Sukarno)
(tandatangan Hatta)
Selanjutnya timbul persoalan dimanakah proklamasi akan diselenggarakan. Sukarni mengusulkan bahwa Lapangan Ikada (sekarang bagian tenggara lapangan Monumen Nasional) telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Namun Ir. Sukarno menganggap lapangan Ikada adalah salah satu lapangan umum yang dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Oleh karena itu Bung Karno mengusulkan agar upacara proklamasi dilaksanakan di rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 dan disetujui oleh para hadirin.
H.   PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945
Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin Indonesia dari golongan tua dan golongan muda keluar dari rumah Laksamana Maeda. Mereka pulang ke rumah masing-masing setelah berhasil merumuskan naskah proklamasi. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan pada pukul 10.30 waktu Jawa atau pukul 10.00 WIB sekarang. Sebelum pulang Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers, utamanya B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia.
Pagi hari itu, rumah Ir. Sukarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda yang berbaris dengan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan proklamasi, dr. Muwardi (Kepala Keamanan Ir. Sukarno) meminta kepada Cudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan anak buahnya berjaga-jaga di sekitar rumah Ir. Sukarno. Sedangkan Wakil Walikota Suwirjo memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan  pengeras suara. Untuk itu Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumah Gunawan pemilik toko radio Satria di Jl. Salemba Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan pengeras suara. Sudiro yang pada waktu itu juga merangkap sebagai sekretaris Ir. Sukarno memerintahkan kepada S. Suhud (Komandan Pengawal Rumah Ir. Sukarno) untuk menyiapkan tiang bendera. Suhud kemudian mencari sebatang bambu di belakang rumah. Bendera yang akan dikibarkan sudah dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati.
Menjelang pukul 10.30 para pemimpin bangsa Indonesia telah berdatangan ke Jalan Pegangsaan Timur. Diantara mereka nampak Mr. A.A. Maramis, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangi, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, M. Tabrani, A.G. Pringgodigdo dan sebagainya. Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah sebagai berikut:
Pertama, Pembacaan Proklamasi;
Kedua, Pengibaran Bendera Merah Putih;
Ketiga, Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.
Lima menit sebelum acara dimulai, Bung Hatta datang dengan berpakaian putih-putih. Setelah semuanya siap, Latief Hendraningrat memberikan aba-aba kepada seluruh barisan pemuda dan mereka pun kemudian berdiri tegak dengan sikap sempurna. Selanjutnya Latif mempersilahkan kepada Ir. Sukarno dan Moh. Hatta. Dengan suara yang mantap Bung Karno mengucapkan pidato pendahuluan singkat yang dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi.
Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatkannya pada tali dengan bantuan Cudanco Latif Hendraningrat. Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa dikomando para hadirin spontan menyanyikan Indonesia Raya. Acara selanjutnya adalah  sambutan dari Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh Jakarta disebarkan ke seluruh Indonesia. Pagi hari itu juga, teks proklamsi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei, Waidan B. Palenewen. Segera ia memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz menyiarkan berita itu, masuklah orang Jepang ke ruangan radio. Dengan marah-marah orang Jepang itu memerintahkan agar penyiaran berita itu dihentikan. Tetapi Waidan memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus menyiarkannya. Bahkan berita itu kemudian diulang setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran radio itu berhenti. Akibatnya, pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita itu. Dan pada hari Senin tanggal 20 Agustus 1945 pemancar itu disegel dan pegawainya dilarang masuk.
Walaupun demikian para tokoh pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang tehnisi radio, seperti : Sukarman, Sutamto, Susilahardja dan Suhandar. Sedangkan alat-alat pemancar mereka ambil bagian-demi bagian dari kantor betita Domei, kemudian dibawa ke Jalan Menteng 31. Maka terciptalah pemancar baru di Jalan Menteng 31. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi disiarkan.
Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.

MATERI 2

PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI

Standar Kompetensi: 1. Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi
hingga lahirnya Orde Baru.
1.1 Menganalisis peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia
1.2 Menganalisis perkembangan ekonomi-keuangan dan politik pada masa awal kemerdekaan sampai tahun 1950
1.3 Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam memperta¬hankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965)
1.4 Menganalisis perkem¬bangan politik dan ekonomi serta perubahan masyarakat di Indonesia dalam upaya mengisi kemerdekaan.
A. Peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pembentukan pemerintahan Indonesia
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau “Dokuritsu Junbi Cosakai”, berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Dalat, sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang .
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Golongan muda berpendapat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Perbedaan Perspektif
a. Golongan tua:
Kelompok nasionalis golongan tua yang mengambil strategi kooperasi terhadap pemerintah jepang. Kelompok ini bersifat hati-hati dalam mencemati masalah kemerdekaan. Mereka berpendapat bahwa kemerdekaan harus dilaksanakan sesuai dengan persetujuan perjanjian dengan Jepang. Mereka tidak mau melanggar perjanjian itu karena akan terjadi pertumpahan darah. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa jepang di beri tugas oleh sekutu untuk mempertahankan status Quo di Indonesia. Beberapa tokoh golongan tua antara lain: Moh.Yamin, Kihajar Dewantoro, Kyai Haji Mansyur, Dr.Buntara, dan Mr.Iwa Kusuma Sumantri.
b. Golongan Muda
Kelompok Nasionalisme golongan muda yang anti Jepang dan anti Fasis. Golongan muda bersikap agresif. Mereka menginginkan proklamasi kemerdekaan secepatnya dilaksanakan sebelum sekutu mengambil kekuasaan dari Jepang. Para pemuda menginginkankan proklamasi kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang. Kemerdekaan Indonesia hanya dapat dan harus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri bukan sebagai hadiah dari jepang. Beberapa tokoh yang berperan mempercepat kemerdekaan adalah: Sukarni, Adam Malik, Dr. Muwardi, Wikana, Chaerul Shaleh, M.M. Drah Pandu Wiguna dan syarif Thayeb.
Kendati berbeda pendapat, di anatra ke-2 golongan sepakat untuk menetapkan tokoh yang pantas memproklamasikan kemerdekaan yaitu Soekarno dan Hatta.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
No Golongan Tua Golongan Muda
1 Soekarno Shodancho Singgih
2 Moh.Yamin, Soekarni
3 Radjiman Wedyodiningrat Jusuf Kunto
4 Mr. Achmad Soebardjo Chaerul Saleh
5 Dr.Buntara Adam Malik
6 Mr.Iwa Kusuma Sumantri Chaerul Saleh
7 Kihajar Dewantoro Wikana
8 Kyai Haji Mansyur Dr. Muwardi
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.
Beberapa orang pemuda yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok ini antara lain:
• Soekarni
• Jusuf Kunto
• Chaerul Saleh
• Shodancho Singgih,sebagai pimpinan rombongan penculikan.
• Shodancho Sulaiman
• Chudancho Dr. Soetjipto
• Chudancho Subeno
Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta. Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik
1. Upaya persiapan kemerdekaan Indonesia di bidang politik
1.1. Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Setelah Jepang mengalami kekalahan dalam perang Pasifik, Jenderal Kumakichi harada mengumumkan dibentuknya suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang bernama Dokuritsu Junbi Chosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Tujuan dibentuknya BPUPKI adalah untuk mempelajari dan mempersiapkan hal-hal penting mengenai masalah tata pemerintahan Indonesia merdeka. Badan ini dibentuk sebagai upaya pelaksanaan janji Jepang mengenai kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soerono, BPUPKI telah beberapa kali mengadakan sidang:
a. Sidang Pertama
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR bentukan Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
Tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:
a. peri kebangsaan
b. peri ke Tuhanan
c. kesejahteraan rakyat
d. peri kemanusiaan
e. peri kerakyatan
Tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu:
a. persatuan
b. mufakat dan demokrasi
c. keadilan sosial
d. kekeluargaan
e. musyawarah
Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:
a. kebangsaan Indonesia
b. internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. mufakat atau demokrasi
d. kesejahteraan sosial
e. Ketuhanan yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Ekasila yaitu sila Gotong Royong. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun dengan urutan dan nama yang sedikit berbeda.Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.
Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil beranggotakan 9 orang untuk menggodok berbagai masukan. Setelah melakukan kompromi dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Sidang Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan
1. bentuk negara,
2. wilayah negara,
3. kewarganegaraan,
4. rancangan Undang-Undang Dasar,
5. pendidikan dan pengajaran.
Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut. Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:
a. pernyataan Indonesia merdeka
b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.
Pada tanggal 7 Agustus 1945 secara resmi dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai atas persetujuan Jenderal Terauchi untuk menggantikan BPUPKI. Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa).
Namun, tanpa seizin Jepang, PPKI diambil alih oleh pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia menjadi badan perjuangan milik bangsa Indonesia dengan menambah keanggotaannya, yaitu:
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.
MATERI 3

IPS : Keragaman Kenampakan Alam dan Buatan

Wilayah negara Indonesia yang sangat luas memiliki kenampakan
alam utama. Kenampakan itu meliputi daratan dan perairan yang
memberikan banyak keuntungan berupa kekayaan dari berbagai sumber
daya alam.
Keragaman kenampakan alam suatu daerah dipengaruhi oleh
perbedaan letak ketinggian dari permukaan bumi.
Kenampakan buatan antara lain waduk atau bendungan, kawasan
industri atau pabrik, jalan dan pelabuhan. Semua itu sengaja diciptakan
untuk memberikan kemudahan yang menunjang kepentingan hidup
manusia.
1. Kenampakan Alam di Indonesia
Wilayah negara Indonesia terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sabang adalah sebuah kota
pelabuhan yang terletak di Pulau We, ujung paling barat laut dari wilayah
negara kita. Merauke adalah kota kabupaten di Provinsi Papua bagian
timur. Menurut para ahli, wilayah Indonesia menduduki urutan ke-14 terluas
di dunia. Sementara di kawasan Asia berada pada urutan ke-4 setelah
RRC, India, dan Arab Saudi. Luas daratan Indonesia adalah 1,9 juta km2
dan luas lautan 7,9 juta km2 (termasuk Zone Ekonomi Ekslusif).
Letak Indonesia secara geografis di antara dua Samudra, yaitu
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Indonesia juga diapit oleh dua
benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Adapun letak Indonesia
BT. Batas-batas BT-141o LS dan 95o secara astronomis adalah antara 6o LU-11o
wilayah negara Indonesia adalah:
a. bagian utara berbatasan dengan Malaysia, Singapura, dan Filipina;
b. bagian timur berbatasan dengan Papua Nugini dan Samudra Pasifik, serta Timor Leste;
c. bagian selatan berbatasan dengan Australia dan Samudra Pasifik;
d. bagian barat berbatasan dengan Samudra Hindia.
Pulau-pulau di Indonesia dikelompokkan sebagai berikut:
a. Gugusan Kepulauan Sunda Besar, yaitu Pulau Sumatra, Pulau
Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan pulau-pulau kecil
di sekitar pulau-pulau besar itu;
b. Gugusan Kepulauan Sunda Kecil, yaitu Pulau Bali, Lombok,
Sumbawa Flores, Sumba, Roti, Solor, Alor, dan Nusa Tenggara, dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya;
c. Gugusan Kepulauan Maluku, yaitu Pulau Halmahera, Ternate,
Tidore, Seram, Buru, Kepulauan Sula, Obi, Ambon, Kepulauan Kai,
Kepuluan Aru, dan pulau-pulau kecil lainnya;
d. Gugusan Pulau Irian (Papua) dan pulau-pulau kecil di sekitarnya,
antara lain Pulau Biak, Waigeo, Salawati, Yos Sudarso, dan Misool.
Keadaan permukaan bumi wilayah Indonesia tidak rata. Kedudukan
tinggi rendahnya permukaan bumi disebut relief permukaan bumi.
Perhatikan relief sederhana letak darat dan lautan berikut ini!
Bentuk muka bumi wilayah daratan dapat berupa pantai, dataran
rendah, pegunungan, dataran tinggi, dan gunung. Adapun wilayah
perairan, meliputi sungai, danau, rawa, selat dan laut.
a. Daratan
Daratan merupakan bagian dari permukaan bumi yang tidak
digenangi air. Adalah tempat kita berpijak dan sumber kehidupan
manusia. Daratan Indonesia luasnya sekitar 1.904.344 km2, terdiri atas
dataran rendah dan dataran tinggi. Pada umumnya, daratan di Indonesia
memiliki tanah yang subur. Hal itu disebabkan banyaknya gunung
berapi dan curah hujan yang teratur.
Daratan secara umum terbagi atas empat bagian, yaitu pantai, dataran
rendah, dataran tinggi, dan pegunungan.
1) Pantai

Pantai adalah perbatasan antara daratan dan lautan. Panjang garis
pantai wilayah Indonesia berkelok-kelok, lebih dari 81.497 km. Hal
itu termasuk salah satu garis pantai terpanjang di dunia.
Keadaan pantai di Indonesia tidak sama, antara lain disebabkan
oleh abrasi dan gelombang laut. Oleh karena itu, pantai ada yang
curam dan landai.
Secara umum, pantai yang menghadap Samudra Indonesia
merupakan pantai yang curam. Daerah yang menghadap Laut
Jawa, Selat Makassar, Laut Natuna, dan Laut Seram termasuk
pantai yang landai karena pengaruh gelombang laut yang tidak
terlalu besar.
Biasanya, pantai yang landai memiliki lapisan tanah yang subur.
Hal itu disebabkan adanya endapan lumpur atau pasir yang
dibawa aliran sungai. Tanaman bakau pun banyak tumbuh di
sekitarnya.
Manfaat pantai selain untuk berlabuhnya berbagai jenis kapal dan
perahu, juga sebagai objek wisata. Tidak kalah pentingnya adalah
kekayaan alam yang ada di daerah tersebut.
2) Dataran Rendah

Dataran rendah adalah bentangan tanah datar yang sangat luas pada
ketinggian kurang dari 200 m di atas permukaan laut. Meskipun
letaknya dekat daerah pantai, tetapi mata pencarian penduduknya
berbeda-beda. Di sini tidak ditemukan lagi kegiatan nelayan, kapalkapal
serta perahu yang berlabuh.
Dataran rendah di wilayah Indonesia membentang di sepanjang
Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, Nusa
Tenggara, dan pulau-pulau kecil. Kota-kota yang terletak di
dataran rendah, antara lain Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan,
Pontianak, Jayapura, dan Ujungpandang.
Penduduk kota yang bertempat tinggal di dataran rendah
memanfaatkan daerahnya untuk tempat tinggal. Selain itu, mereka
juga mendirikan gedung perkantoran, pertokoan, sekolah
termasuk sarana transportasi.
3) Pegunungan

Pegunungan adalah rangkaian gunung atau daerah yang bergunung-
gunung. Tinggi pegunungan lebih dari 600 meter di atas
permukaan laut. Wilayah Indonesia merupakan pertemuan dari
dua deret atau rangkaian pegunungan dunia, yaitu rangkaian
Pegunungan Mediterania dan Pegunungan Sirkum Pasifik.
Pegunungan Mediterania membentang mulai
dari ujung barat laut Sumatra, Jawa, Bali, dan
Kepulauan Nusa Tenggara berakhir di Kepulauan Maluku bagian
selatan. Pegunungan Sirkum Pasifik membentang mulai dari
Sulawesi Utara, KepulauanMaluku Utara, berakhir di Papua.
Pegunungan Mediterania membentang mulai dari ujung barat laut
Sumatera, Jawa, Bali, dan Kepulauan Nusa Tenggara, dan berakhir
di Kepulauan Maluku Selatan. Pegunungan Sirkum Pasifik
membentang mulai dari Sulawesi Utara, Kepulauan Maluku Utara,
dan berakhir di Papua.
4) Dataran Tinggi

Dataran tinggi adalah dataran yang ketinggiannya di atas 600 m di
atas permukaan laut. Dataran ini terletak di daerah pegunungan
atau dikelilingi oleh perbukitan sehingga udaranya sejuk dan segar.
Dataran tinggi di Pulau Sumatera membentang di bagian tengah
sejajar dengan Pengunungan Bukit Barisan. Dataran tinggi di
Sumatera, antara lain Dataran Tinggi Pasai, Alas, dan Gayo (Aceh),
serta Dataran Tinggi Karo (Sumatera Utara).
Dataran tinggi lainnya di wilayah Indonesia adalah Dataran Tinggi
Puncak (Jawa Barat), Dataran Tinggi Dieng (Jawa Tengah), Dataran
Tinggi Ijen (Jawa Timur) dan Dataran Tinggi Madi (Kalimantan
Barat). Di daerah dataran tinggi dapat ditemukan objek wisata alam,
seperti Gunung Tangkuban Perahu (Jawa Barat), Pangalengan
(Jawa Barat), dan Dieng (Jawa Tengah). Selain itu, ada juga sumber
pemandian air panas alami, seperti di Ciateur (Lembang, Jawa
Barat) dan Sangkan Hurip (Linggarjati). Daerah dataran tinggi juga
mempunyai udara yang sejuk dengan pemandangan yang indah.
Hal ini menyebabkan banyak orang mendirikan rumah-rumah di
sana untuk peristirahatan.
5) Gunung

Gunung merupakan bukit yang sangat besar dan tinggi. Tinggi
gunung biasanya lebih dari 600 meter di atas permukaan laut.
Wilayah Indonesia memiliki banyak gunung, baik gunung yang
berapi maupun yang tidak berapi.
Gunung tertinggi di wilayah Indonesia adalah Puncak Jaya di
Provinsi Papua (5.030 meter). Ketinggian Puncak Jaya sudah
melebihi batas salju daerah tropis, sehingga puncaknya selalu
diselimuti salju abadi. Gunung-gunung lain yang puncaknya
diselimuti salju abadi adalah Puncak Yamin (4.530 m) dan Puncak
Mandala (4.700 m) di Provinsi Papua.
Gunung-gunung tertinggi di tiap pulau dan kepulauan di Indonesia
adalah Gunung Kerinci di Pulau Sumatera (3.805 m), Gunung
Semeru di Pulau Jawa (3.676 m), Gunung Bukit Raya di Pulau
Kalimantan (2.278 m), Gunung Rantekompola di Pulau Sulawesi
(3,465 m), Gunung Agung di Pulau Bali (3.142 m), Gunung Rinjani
di Kepulauan Nusa Tenggara (3.726 m), dan Gunung Gamalama
di Kepulauan Maluku (2,700 m).

b. Perairan

Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas, yaitu dua
pertiga bagian dari keseluruhan luas wilayah negara. Wilayah perairan
ini terdiri atas sungai, danau, rawa selat dan laut.
1) Sungai

Sungai merupakan bagian dari permukaan bumi yang rendah dan
dialiri oleh air. Air itu mengalir dari dataran tinggi (hulu sungai)
menuju dataran rendah dan bermuara di laut.
Sesuai dengan keadaannya, sungai dimanfaatkan untuk berbagai
hal. Antara lain, sarana transportasi, perikanan, pengairan, sumber
tenaga listrik, olahraga, dan rekreasi. Sungai yang lebar dengan
arusnya yang lambat banyak digunakan sebagai sarana
transportasi penghubung antardaerah. Selain itu, dapat juga
digunakan untuk pasar terapung dan pengangkutan kayu hasil
penebangan. Contohnya, pasar terapung di Sungai Kapuas
Kalimantan. Beberapa sungai lainnya seperti Sungai Musi di
Palembang (Sumatera) yang terkenal dengan jembatan Ampera
Sungai Bengawan Solo melintasi Provinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur; Sungai Memberamo yang terpanjang di Papua.
2) Danau

Danau adalah permukaan bumi berupa cekungan yang sangat luas
dan digenangi air. Terbentuknya danau ada yang berasal dari
letusan gunung berapi disebut danau vulkanik, seperti Danau
Kerinci, Danau Kelimutu (Flores), Danau Lamongan (Jawa Timur).
Danau tektonik adalah danau yang terbentuk akibat adanya
pergeseran muka bumi. Seperti, Danau Toba (Sumatera Utara),
Danau Tempe (Sulawesi), dan Danau Singkarak. Adapula danau
buatan, yaitu danau yang sengaja dibuat manusia, di antaanya
Jatiluruh (Jawab Barat).
Danau banyak memberikan manfaat bagi manusia, di antaanya
untuk perikanan, pengairan, tempat wisata, dan persediaan air.
3) Rawa

Rawa merupakan tanah yang digenangi air. Umumnya terdapat di
daerah dekat sungai atau pantai. Di sebuah rawa banyak terdapat
tumbuhan air. Daerah rawa-rawa banyak dijumpai di daerah
pesisir timur Pulau Sumatera, Kalimatan Selatan bagian barat, serta
Papua bagian barat dan selatan.
Keberadaan rawa juga bermanfaat bagi manusia. Biasanya rawa
yang dikeringkan dimanfaatkan untuk persawahan. Untuk
memenuhi kebutuhan akan air bersih, penduduk daerah rawa
sangat bergantung pada air hujan.
Rawa-rawa yang terdapat di tepi pantai banyak ditumbuhi pohon
bakau. Pohon bakau ini bermanfaat untuk mencegah erosi pantai
oleh terpaan ombak laut.
4) Selat

Selat adalah laut yang sempit di antara dua pulau. Negara kita
dikenal sebagai Negara Maritim karena memiliki wilayah laut yang
luas. Letak Indonesia yang dibatasi oleh lautan luas menjadikan
jarak antara satu pulau dengan lainnya. Oleh karena itu, kita
memiliki banyak selat.
5) Laut

Laut adalah bagian permukaan bumi paling rendah dan luas yang
digenangi air asin. Laut sebagai penghubung antar-pulau.
Kedalaman laut di Indonesia berbeda-beda, ada yang dangkal dan
dalam.
Laut dangkal memiliki kedalaman kurang dari 200 m. Seperti lautlaut
di antara Pulau Kalimantan dan Jawa, atau Pulau Sumatera
dan Selat Malaka. Laut dalam memiliki kedalaman antara 3.000 m – 6.000 m.
Seperti Laut Buru, Laut Timur, Laut Sulawesi, atau Laut
Banda yang merupakan laut terdalam di Indonesia. Laut juga
menghasilkan minyak bumi yang digali di tengah laut lepas.

2. Kenampakan Buatan di Wilayah Indonesia

Suatu lingkungan tentu akan mengalami perubahan. Manusia
mengubah lingkungan alam sekitar menjadi lingkungan buatan untuk
memenuhi kebutuhan. Kebutuhan kita sebagai manusia tidak terbatas.
Manusia juga memerlukan kebutuhan tambahan, seperti kemudahan
transportasi. Untuk memenuhi kebutuhan itu, manusia memerlukan lahan
yang sangat luas. Kenampakan buatan yang terdapat di wilayah Indonesia tentunya
akan beranekaragam. Kenampakan buatan di suatu daerah akan
disesuaikan dengan kenampakan alam yang ada. Pemanfaatan
kenampakan alam dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Beberapa kenampakan buatan, di antaranya waduk atau bendungan,
kawasan industri atau pabrik, permukiman, perkebunan, sarana
transportasi baik di darat, laut atau udara.

a. Waduk atau Bendungan


Waduk atau bendungan merupakan kenampakan buatan yang diciptakan
manusia dengan cara membendung aliran sungai.
Sebagian besar pemanfaatan waduk tidak hanya untuk pengairan
sawah dan perkebunan saja, tetapi juga untuk Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA). Contohnya, Bedungan Jatiluhur, Saguling, dan
Cirata yang membendung aliran Sungai Citarum di Jawa Barat;
Bendungan Gajah Mungkur di Jawa Tengah; dan Bendungan
Asahan di Sumatra Utara. Waduk atau Bendungan ini juga dapat
dimanfaatkan untuk perikanan air tawar, cadangan air, pengendali
banjir, serta objek wisata.

b. Kawasan Industri


Dikatakan sebagai kawasan industri karena merupakan daerah yang
digunakan khusus untuk kegiatan industri. Oleh karena itu, di
daerah ini banyak terdapat pabrik.
Adakah kawasan industri di tempatmu?
Pembangunan kawasan industri dapat membantu manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu diharapkan membuka
kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di
setiap daerah. Beberapa pabrik besar di Indonesia, antara lain
Pabrik Semen Gersik di Jawa Timur, PT. Dirgantara Indonesia yang
memproduksi pesawat terbang di Bandung, Pabrik Baja Krakatau
Steel di Cilegon, Pabrik Ban Good Year di Bogor, dan lain
sebagainya.
c. Pemukiman

Dibangunnya kenampakan buatan berupa pemukiman karena
dapat memberikan beberapa manfaat. Contohnya, daerah
pemukiman penduduk, daerah perkantoran dan daerah
pertokoan. Di kota-kota besar, pembangunan untuk sarana
pendidikan di setiap jenjang sudah ditata dengan sebaik-baiknya.
Hal itu memudahkan sarana transportasi untuk menjangkaunya.
d. Perkebunan

Perkebunan merupakan daerah hutan yang sengaja dibuat oleh
manusia untuk dimanfaatkan hasilnya. Tanaman perkebunan
merupakan tumbuhan yang dibudidayakan serta memiliki nilai
ekonomi tinggi. Tanaman perkebunan ini menjadi salah satu
sumber pendapatan rakyat Indonesia.
Perkebunan yang ada di Indonesia, di antaranya perkebunan
coklat, kopi, tembakau, teh, kelapa sawit, dan karet. Perkebunan
di Pulau Sumatera merupakan perkebunan kelapa sawit terbesar
di Indonesia. Di beberapa daerah di Pulau Jawa merupakan daerah
perkebunan teh, seperti di Puncak, Ciateur, dan Pangalengan (Jawa
Barat).

e. Sarana Transportasi


Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk maka meningkat
pula berbagai kebutuhan lainnya, seperti ketersediaan transportasi.
Di kota-kota besar, kemudahan sarana transportasi sangat
diperlukan karena banyak memberikan manfaat dan kemudahan.
Seperti untuk mempersingkat waktu serta mengurangi kemacetan
lalu lintas. Sarana transportasi darat yang diperlukan, yaitu jalur
kereta api, jembatan, jalan layang (fly over), dan jalan tol yang
merupakan jalan bebas hambatan antarkota.
Untuk sarana transportasi laut diperlukan adanya pelabuhan.
Sementara sarana perhubungan udara memerlukan bandara. Selain
itu, diperlukan juga sarana jalan yang baik untuk menuju tempat-tempat
tersebut.









MATERI 4

Dampak Globalisasi dalam Perubahan Pembangunan Ekonomi ke Pembangunan Sosial pada Dunia Ketiga

Menurut John Rennie Short (2001, 10), Globalisasi merupakan suatu proses dimana terkaitnya orang-orang maupun tempat-tempat, institusi-institusi dan peristiwa di sekeliling dunia. Singkatnya, definisi dari globalisasi adalah meningkatnya tekanan kepada dunia untuk menjadi suatu aliran jaringan tunggal dari uang, gagasan-gagasan dan hal-hal lainnya. Globalisasi dalam prosesnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ekonomi, politik dan budaya. Dalam bidang ekonomi, menurut Short, ekonomi global telah matang sekitar 500 tahun lalu. Aliran pinggir dunia dari kapital dan buruh telah menghubungkan tempat dan mengintegrasikan mereka ke dalam dunia ekonomi semenjak abad ke-enam belas. Pasar bebas di bursa keuangan serta layanan-layanan ekonomi, saat ini berjalan melalui suatu payung regulasi, dimana negara tidak berperan banyak dibanding pusat pasar.
 bidang politik, suatu politik global menjadi lebih mungkin dengan kemunduran blok Soviet. Organisasi-organisasi internasional memiliki peranan penting ketika rejim pengamanan, perdagangan dan hak asasi manusia menjadi lebih terkemuka dalam mengorganisir ruang politik. Sedangkan dalam bidang budaya, dibandingkan kepada versi ekonomi dan politik, hal ini lebih sulit untuk diamati. Proses dalam globalisasi ekonomi telah memberikan kontribusi pada globalisasi kebudayaan. Globaliasasi kebudayaan berproses melalui arus berkelanjutan dari ide-ide, informasi, komitmen, nilai-nilai dan rasa yang melintasi dunia. Hal tersebut dimediasikan oleh pergerakan individu, tanda-tanda, simbol-simbol dan simulasi elektronik.
Dari pengertian dan pembagian globalisasi di atas, menurut penulis, globalisasi terjadi karena adanya pengaruh dari sektor ekonomi, sehingga mempengaruhi sektor politik dan budaya. Artinya, pembangunan ekonomi di negara Amerika dan sebagian besar Eropa, menjadikan mereka sebagai negara modern. Fenomena ini dominan terutama pasca perang dunia kedua, dimana negara-negara lain harus berbenah diri dalam bidang ekonomi, sosial dan politik sebagai dampak perang yang begitu dahsyat. Di tengah keterpurukan internasional, Amerika dan sebagian negara Eropa menjadi kekuatan yang dominan, terkhususnya di bidang ekonomi. Kebijakan Marshall Plan yang dianggap sebagai solusi untuk menciptakan pembangunan negara-negara yang porak poranda pasca perang dunia kedua, digagas oleh Amerika dan sekutunya. Negara-negara yang tengah berbenah itu, harus banyak mengejar ketertinggalan mereka ke arah pembangunan ekonomi yang baik, maupun pembangunan politik, sosial dan budaya, sebagaimana negara hal yang ada pada negara-negara yang sudah maju.
Untuk dunia ketiga, momen pasca perang dunia kedua telah membawa angin segar ke arah politik, terkhusus bagi negara-negara di benua Asia dan Afrika. Banyak negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika telah menghirup kemerdekaan negara mereka dari kolonialisme. Negara yang baru merdeka ini juga berusaha menuju ke tahap modernisasi, agar dapat berkembang dalam segi ekonomi, politik dan budaya, seperti negara yang telah lebih dahulu berada di posisi tersebut. Salah satu cara menuju ke tahap modern, banyak negara-negara di dunia ketiga, melakukan seperti apa yang dilakukan di negara dunia pertama. Salah satu upaya menuju ke tahap modernisasi adalah dengan pembangunan ekonomi. Menjadi negara maju merupakan harapan besar dari negara dunia ketiga yang baru merdeka. Negara dunia ketiga secara serempak mencari model pembangunan yang hendak digunakan sebagai contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya (Alvin So & Suwarsono, 1991, 8). Pembangunan ekonomi menjadi salah satu pilihan model pembangunan dari negara dunia ketiga pada saat itu. Salah satu ciri dari pembangunan ekonomi adalah ukuran pertumbuhan pembangunan diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula pendapatan negara yang diperoleh dimana hasilnya akan menetes ke bawah “trickle down effect” dalam bentuk distribusi dan membuka lapangan pekerjaan serta dapat mengatasi kemiskinan. Hal ini diakui oleh para tokoh pembangunan ekonomi, seperti Rostow dengan lima tahap pembangunan ekonomi yang diperkenalkannya. Akan tetapi, dalam penerapannya konsep trickle down effect yang diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat justru tidak terjadi. Hal yang terjadi adalah penumpukan kapital pada sekelompok orang yang dekat dengan kekuasaan, serta terjadinya peningkatan angka pengangguran, kemiskinan serta angka migrasi desa kota (Adi, 2008, 11).
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga mengalami kendala dalam pembangunan ekonomi sebagai dampak globalisasi. Kebijakan ekonomi neoliberal pada awal Orde Baru yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan dukungan modal asing, baik melalui utang luar negeri maupun investasi asing langsung, memang membuktikan sejak awal Pelita I (1969 – 1973) perekonomian Indonesia tumbuh secara konstan dengan rata-rata 6,5 persen per tahun. Inflasi terkendali di bawah dua digit dengan implikasi pendapatan per kapita penduduk yang pada tahun 1969 masih 90 dollar AS, pada tahun 1982 berhasil ditingkatkan menjadi 520 dollar AS. Bahkan di akhir tahun 1990-an, perekonomian Indonesia sempat dipuji Bank Dunia karena berhasil menurunkan tingkat kemiskinan. Pada tahun 1997, pendapatan per kapita penduduk Indonesia telah meningkat menjadi 1.020 dollar AS. Namun tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu, kemudian tidak diikuti oleh trickle down effect yang nyata, sebaliknya semakin memperbesar jurang kesenjangan sosial antara sekelompok kecil penduduk yang sangat kaya dengan sebagaian besar masyarakat yang tetap hidup dalam kemiskinan. Sejak itulah muncul berbagai pemikiran di kalangan terbatas ahli ilmu-ilmu sosial dan ilmu ekonomi di Indonesia yang mengkritik model dan arah kebijakan ekonomi pemerintah, dengan fokus utama bagaimana memberikan perhatian lebih besar kepada aspek pemerataan atau aspek keadilan sosial dalam kebijakan perekonomian nasional (Manuel Kaisiepo, 2006, 183)
Gambaran di atas sepertinya sudah sangat jelas rasanya untuk mengatakan bahwa persoalan pembangunan ekonomi telah dirasakan secara global. Gambaran tersebut menurut hemat penulis adalah suatu hal yang lumrah, karena gagasan mengenai pembangunan ekonomi berasal dari negara dunia pertama sebagai pengagasnya. Dari gambaran itu, setidaknya ada dua hal yang ingin disampaikan oleh penulis : Pertama, dalam konteks global, gagasan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada tolak ukur pertumbuhan ekonomi ternyata tidak selalu sesuai di beberapa negara, terkhusus di negara dunia ketiga / negara sedang berkembang. Hal ini jelas asimetris dengan negara dunia pertama yang begitu perkasa dengan pembangunan ekonominya. Dengan demikian, harus dicari suatu pendekatan baru yang lebih kontekstual dengan negara berkembang, selain pembangunan ekonomi. Kedua, secara nasional, persoalan pembangunan ekonomi memang berhasil merangsang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, namun pertumbuhan yang luar biasa ini tidak dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Dengan kata lain, persoalan pemerataan dari hasil pertumbuhan ekonomi di Indonesia menyebabkan suatu persoalan sosial di tengah-tengah masyarakat. Berkaca pada persoalan itu, untuk pembangunan nasioanal harus digali suatu pendekatan yang dapat menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu.
Kedua hal di atas menurut hemat penulis, merupakan jalan masuk sekaligus alasan mengapa pembangunan nasioanal berubah arah dari pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Pembangunan sosial hadir untuk mengatasi persoalan pembangunan ekonomi yang terdistorsi. Persoalan distorsi dalam pembangunan, dijelaskan lanjut oleh Midgley (2005, 5) bahwa hal tersebut terjadi karena pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Pembangunan yang terdistorsi juga tidak hanya terjadi dalam bentuk kemiskinan, kekurangan, rendahnya tingkat kesehatan dan pemukiman yang tidak layak, tetapi juga pada keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu pendekatan kepada pembangunan sosial yang dipilih menggantikan pendekatan pembangunan ekonomi. Hal yang harus dipahami dari pembangunan sosial adalah bahwa pembangunan sosial berbeda dari philantrophi sosial, pekerjaan sosial dan administrasi sosial. Menjadi berbeda karena pembangunan sosial tidak menangani individu baik dengan menyediakan bagi mereka barang dan layanan atau dengan menangani dan merehabilitasi mereka. Tetapi pembangunan sosial lebih terfokus pada komunitas atau masyarakat dan proses maupun pada struktur sosial yang lebih luas.
Lebih lanjut Midgley menjelaskan bahwa perbedaan yang lain adalah pembangunan sosial bersifat komprehensif dan universal. Tidak seperti philantrophi sosial dan pekerjaan sosial, pembangunan sosial tidak hanya menyalurkan bantuan kepada individu yang membutuhkan, tetapi berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan seluruh warga. Karakter khas dari pembangunan sosial adalah usahanya untuk menghubungkan usaha-usaha pembangunan ekonomi dan sosial, seperti usaha dalam mengintergrasikan proses ekonomi dan sosial sebagai kesatuan pembangunan yang dinamis. Apa yang disampaikan oleh Midgley mengenai pembangunan sosial menurut hemat penulis menekankan pada pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan sosial. Artinya hal tersebut memiliki persamaan tujuan dalam pembangunan nasional. Ditilik dari definisi pembangunan nasioanal, yaitu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk melasanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang ada pada pembukaan UUD 1945. Rangkaian upaya pembangunan itu memuat kegiatan pembangunan yang berlangsung tanpa henti, dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi. (UU No.17 Tahun 2007).
Pada kesimpulannya, dapatlah kita melihat alasan kesesuaian tujuan pembangunan sosial dengan tujuan pembangunan nasional, merupakan alasan berubahnya pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial. Terkait dengan globalisasi, bahwa pembangunan ekonomi yang terdistorsi dan telah dirasakan secara global, tidak kontekstual untuk negara berkembang, terkhusus negara Indonesia. Mungkin bagi negara maju, pembangunan ekonomi dapat sesuai dengan tujuan pembangunan mereka, tetapi tidak bagi negara berkembang layaknya Indonesia. Pembangunan sosial dirasakan lebih pas dalam mengisi formulasi pembangunan nasional di Indonesia. Setidaknya pembangunan sosial berusaha menjawab mengapa faktor pemerataan pertumbuhan ekonomi penting dalam menyikapi persoalan sosial yang muncul pada persoalan pembangunan sebelumnya. Hal itu juga menjadi tujuan dari pembangunan nasional di Indonesia, sehingga pembangunan sosial-lah yang pada akhirnya menjadi paradigma pembangunan di Indonesia.


















MATERI 5

Gejala Alam di Negara-negara Tetangga 6.2

B. Gejala Alam di Negara-negara Tetangga

Gejala alam tidak hanya melanda di negeri kita saja, tetapi negara-negara tetangga juga mengalami hal serupa. Adapun
gejala atau peristiwa alam yang terjadi di negara-negara tetangga antara lain:

1. Gempa Bumi

Gempa bumi dahsyat yang datang pada musim dingin bulan Januari 1995 menghancurkan kota Kobe sekitar 500 km sebelah
barat Tokyo. Negara Jepang merupakan wilayah yang berisiko tinggi terhadap bahaya gempa bumi dan letusan gunung berapi. Pada tanggal 27 Desember 2006 negara Taiwan diguncang gempa dengan kekuatan 7,1 skala Richter. Akibat gempa tersebut jaringan kabel bawah laut Taiwan rusak hingga memperlambat layanan internet sehingga mengganggu transaksi perbankan khususnya di pasar uang.

2. Badai/Topan

Negara Filipina pada tanggal 1 Desember 2006, dilanda badai yang disebut dengan badai/topan Durian. Topan tersebut menghantam kawasan gunung berapi Manyon, daerah timur Filipina yang berjarak 350 km selatan ibu kota Filipina. Kecepatan
topan Durian itu mencapai 225 kilometer per jam yang mampu mengangkat atap rumah, menerbangkan jendela dan mencabut pohon beserta akar-akarnya. Karena menghantam kawasan gunung berapi, badai ganas ini menimbulkan banjir bandang yang disertai longsor lumpur vulkanik. Puluhan desa terkubur dalam longsoran tersebut. Selain topan Durian negara Filipina juga pernah diserang badai Bilis dengan kecepatan 75 km per jam dan putaran angin dengan kecepatan 95 km per jam. Topan Cimaron dengan kecepatan 200 km per jam juga pernah menyapu Filipina bagian utara. Pada tanggal 11 Agustus 2006 negara Cina tepatnya di Provinsi Fujian diterjang badai Saomai dengan kecepatan 216 km per jam dan mampu menenggelamkan 1.000 kapal nelayan. Negara Vietnam pada tanggal 5 Desember 2006 diterjang topan Durian yang mengakibatkan banyak orang meninggal, ratusan kapal karam serta merusak ratusan rumah. Badai yang membawa
angin dengan kecepatan 120 km per jam ini juga diiringi dengan hujan deras yang menyebabkan banjir bandang.

3. Tanah Longsor

Tanah longsor pernah terjadi di negara Filipina tepatnya di desa Guinsaigon, Saint Bernard, sebelah selatan Pulau Leyte Filipina Tengah. Ratusan rumah terkubur akibat bencana tanah longsor ini. Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut secara berturut-turut merupakan penyebab terjadinya tanah longsor ini. Tanah di sekitar wilayah tersebut menjadi labil sehingga mampu menumbangkan pepohonan dan ikut hanyut bersama dengan arus air yang deras.

4. Banjir

Negara Malaysia tepatnya di Kuala Lumpur akhir tahun 2006 dilanda bencana alam banjir sehingga lebih dari 30.000 orang
mengungsi. Banjir tersebut memutus jalur transportasi jalan dan kereta api di seluruh wilayah negara bagian Johor. Banjir besar juga melanda sebagian Singapura yang mengakibatkan tanah longsor dan sejumlah persimpangan jalan tidak dapat dilalui oleh alat transportasi. Genangan besar terjadi di bagian utara dan tengah Singapura.

5. El Nino

El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang berarti sang bayi kristus. Dinamakan El Nino karena sering muncul ketika perayaan Natal di akhir tahun. El Nino merupakan interaksi antara atmosfer tropis dan samudra tropis. Setiap dua hingga tujuh tahun sekali. Perubahan tekanan udara di atas Samudra Pasifik menyebabkan angin tropis bertiup menuju khatulistiwa. Hal ini mengakibatkan permukaan perairan menjadi hangat. Suhu panas yang ditimbulkan El Nino dapat mematikan banyak ikan dan burung laut karena menghambat naiknya perairan dingin yang kaya nutrisi ke permukaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar